Selasa, 11 Oktober 2011

FISIOLOGI OTOT

FISIOLOGI OTOT 
PENDAHULUAN
     Otot merupakan jaringan eksitabel atau jaringan peka rangsang, yang dapat dirangasang secara kimiawi, listrik, dan mekanik untuk menimbulkan suatu aksi potensial.
      Dikenal tiga jenis otot, yaitu otot rangka, otot polos, dan otot jantung.
      Empat puluh persen dari berat badan manusia terdiri dari otot rangka, dan 10% terdiri dari otot polos otot jantung. Otot polos terdapat pada dinding saluran cerna, saluran kemih, uterus, dan pembuluh darah. Sedangkan otot jantung terdapat pada jantung. Sel otot rangka terdiri dari sel yang mempunyai stria, berbentuk slinders, dan mempunyai banyak inti (multinukleus) serta beradah dibawah kontrol kesadaran. Sel-selnya sejajar satu sama lain, dan melekat ke tulang melalui jarngan kolagen yang membentuk tendo.
       Sel otot jantung mempunyai steria mempunyai banyak inti, berbentuk slindris dan bercabang-cabang serta berkontraksi tidk dibawah pengaruh kesadaran. Sel otot polos tidak berstria, hanya mempunyai satu inti; dan juga tidak dibawah pengaruh kesadaran. Pada dasarnya mekenisme kontraksi ketiga jenis otot ini hampir sama.
        Pada bab ini akan di bahas mengenai otot rangka dan otot polos. Otot jantung di bahas tersendiri Filamen dalam fisiologi sistem kardivaskuler.

OTOT RANGKA (OTOT SKELET)
MORFOLOGI OTOT RANGKA
       Otot rangka terdiri dari serabut-serabut otot dengan diameter 10 – 80 m, dimana setiap serabut otot akan terbagi lagi menjadi subunit yang lebih kecil. Fungsi utama otot rangka adalah untuk melakukan kontraksi yang menjadi dasar terjadinya gerakan tubuh. Aktifitas dari kurang lebih 600 otot rangka yang terdapat diberbagai bagian tubuh dikoordinasi oleh susunan saraf sehingga membentuk gerakan yang harmonis dan posisi tubuh yang tepat. Setiap serabut otot dikelilingi oleh sarkolema yang merupakan membran sel serabut otot.
       Pada ujung serabut sarkolema akan bersatu dengan serabut tendo yang akan membentuk tendo ototyang melekat pada tulang. Setiap serabut otot terdiri dari beberapa miofibril, dan setiap miofibril terdiri dari filamen miosin dan filamen aktin. Mekanisme kontraksi otot rangka tergantung dari interaksi kedua protein kontraktil ini.
        Filamen miosin dengan berat molekul 480.000 dan filamen aktin dengan berat molekul 70.000 bila dilihat dengan mikroskop elektron masing- masing terlihat sebagai filamen tebal dan filamen tipis. Posisi filamen miosin dan aktin berselang seling satu sama lainnya sehingga memberi gambaran pita terang dan gelap bila dilihat dibawah mikroskop. Pita terang merupakan filamen aktin disebut I band (PITA I) oleh karena memberi gambaran isotropik dengan pemberian cahaya. Pita gelap adalah filamen miosin disebut A band (pita A) oleh karena memberi gambaran anisotropik pada pemberian cahaya. Pada bagian tengah filamen aktin terdapat garus Z ( Z line) yang merupakan protein filamentous yang berbeda dengan aktin dan miosin. Diantara dua garis Z terdapat sarkomer yang merupakan unit fungsional dari miofibril. Dalam keadaan normal , panjang maksimal sarkomer adalah sekitar 2 um. Pada panjang ini, filamen akting dan miosin akan overlap satu sama lainnya. Dibagian tengah pita A terdapat pita H (H band) yang merupakan daerah dimana pada keadaan relaksasi aktin tidak oferlap dengan miosin. Jadi pada keadaan kontraksi pada pita H tidak nampak. Dibaigian tengah padad pita H terdapat garis M (M line) yang dibentuk oleh miosin pada bagian tengah pita H. Miofibril berada dalam sarkoplasma, yang komposisinya sama dengan komposisi cairan intrasel. Sarkoplasma mengandung banyak ion K, Mg, fosfat, dan enzim-enzim. Juga terdapat mitokhondria dalam jumlah bear yang terletak antara miofibril. Pada mitokhondria inilah dibentuk ATP sebagai sumber enegi kontraksi otot. Sarkoplasma akan melakukan perluasan kearah dalam sel sebaai T- tubulus. Melalui T-tubulus. Gelombang depolarisasi selama proses eksitasi dapat mencapai mio fibril yang terletak di bagian dalam. Diantara miofibril tredapat retikulum sarkoplasma (RS), yang merupakan stuktur yang memegang peranan penting dalam prises eksitasi-kontraksi kopling. Otot –otot yang melakukan kontraksi dengan cepat mempunyai RS yang lebih banyak. Pada ujung RS terjadi pelebaran yang disebut terminal cisternae yang mempunyai posisi yang sangat berdekatan dengan tubulus T (± 200A) dan di sebut sebagai junction sarcoplasmic retikulum, Struktur ini sangat besar peranannya dalam proses eksitasi-kontraksi koplinng, dan kemungkinan berfungsi sebagai Ca channel. Fungsi RS adalah untuk melepaskan ion Ca selama proses kontraksi dan pengambilan serta penyimpanan kembali ion Ca selama proses relaksasi.

PROTEIN KONTRAKTIL
        Protein kontraktil terdiri dari filamen tipis dan tebal. Filamen tipis terdiri dari aktin, tropomiosin, dan troponin sebagai suatu kesatuan unit fungsional dengan rasio 7:1:1 filamen tebal terutama terdiri dari miosin dan beberapa jenis protein lainnya.
Aktin Molekul aktin terdiri dari dua jenis yaitu : 1) Aktin-G, merupakan protein globular dengan berat moleku 42.000. Pada aktin-G terdapat tempat melekat molekul aktin lainnya, molekul miosin, tropomiosin, troponin I dan ATP 2) Aktin-F, merupakan protein fibrous yang berfungsi sebagai kerangka dari filamen aktin. Tropomiosin Molekul tropomiosin terdiri dari dua rantai –helix yang masing-masing mempunyai berat molekul 35.000. Molekul ini berhubungan dengan aktin-F, dan berjalan seperti spiral mengelilingi aktin-F. Dalam keadaan istirahat molekul tropomiosin terletak pada bagian atas filamen aktin yang aktif, dan hal inilah yang mencegah interaksi antara molekul aktin dan miosin sehingga tidak kontraksi. Setiap molekul tropomiosin menutupi 7 bagian aktif dari aktin. Troponin Troponin terdiri dari tiga jenis protein yaitu : 1) Troponin-T (TN-T) 2) Troponin-C (TN-C), dan3) Troponin-I (TN-I) setiap troponin terikat dengan tropomiosin membentuk troponin-tropomiosin kompleks. TN-T mempunyai afinitas yang tinggi terhadap ion Ca, dan TN-I dengan molekul aktin. Pada saat kontraksi, hanya molekul aktin dan miosin yang secara langsung terlibat dalam proses kontraksi sedangkan troponin dan tropomiosin hanya mengatur interaksi tersebut sehingga disebut regulatory protein Selain ketiga molekul tersebut diatas, terdapat beberapa protein lainnya yang mempunyai hubungan dengan filamen tipis. α-aktinin merupakan protein yang terdapat pada Z line, dimana protein memegang peranan dalam pelekatan aktin-F pada Z line. Pada Z line terdapat dua jenis protein laiinya yaitu desmin dan vimentin yang kemungkinan mempunyai fungsi yang sama dengan α-aktinin Miosin Filamen miosin terdiri dari lebih 200 molekul miosin dengan berat molekul 480.000. Molekul miosin terdiri dari 6 rantai polipeptida yang terdiri dari 2 rantai berat (heavy chains) dan 4 rantai ringan (light chains). Rantai berat ini akan membentuk kepala miosin (myosin head) yang akan berinteraksi dengan aktin, serta melakukan hidrolisa ATP. Rantai ringan yang juga membentuk kepala miosin membantu kontraksi otot
.
MEKANISME KONTRAKSI DAN RELAKSASI
         Berbagai teori telah dijelaskan untuk menjelaskan bagaimana proses kontraksi terjadi. Dari tahun 1840-1920 dikenal teori viskoelastik. Berdasarkan teori ini, otot adalah merupakan struktur yang elastik yang terdapat dalam medium yang viskous. Jumlah energi yang dilepaskan pada proses kontraksi tergantung dari seberapa jauh otot tersebut diregangkan. Sejak ditemukannya struktur aktin dan miosin sebagai protein kontraktil maka diajukanlah teori continous filamen theory, dimana menurut teori ini selama proses kontraksi molekul aktin dan miosin kombinasi membentuk satu continous filament,
Pengamatan dengan menggunakan mikroskop eletron tidak mendukung teori ini. Pada tahun 1954, Huxley mengajukan teori sliding filament theory. Dengan menggunakan mikroskop elektron, dan didukung oleh data biokimia, maka teori sliding filament dikembangkan menjadi cross-bridge theory. Kepada dari miosisn membentuk cross-bridges dengan aktin monomer. Menurut huxley, pada saat kontraksi cross-bridges pertama-tama akan menempel pada filamen tipis dan menariknya kearah pusat (central) dari pita A, kemudian ia akan terlepas dari filamen tipis sebelum kembali bergerak pada posisinya yang semula. Mekanismenya seperti roda bergerigi yang bergerak ke satu arah dan oleh sebab itu teori ini disebut juga rathet theory. Cross-bridges terdiri dari kepala globular dari miosin dan disokong oleh alpha-helical tail (ekor alfa-helikal) yang terletak rata-rata dalam posisi sejajar disepanjang punggung filamen dari filamen tebal dimana mereka melekat. Secara cross bridges yang terletak pada bagian setengah dari pita A mempunyia polaritas (orientasi) yang sama dan berlawanan dengan polaritas cross-bridges pada kedua bagian ini akan menarik filamen tipis kearah tengah (central) dari pita A Interaksi Miosin, Aktin, dan Ion Ca pada Proses Kontraksi Jika tidak terdapat troponin-tropmiosin kompleks, filamen aktin melekat erat dengan filamen miosin dengan adanya ion Mg dan ATP. Namun, jika terdapat troponin-tropomiosin kompleks maka interaksi antara filamen aktin dan miosin tidak terjadi. Dengan demikina dapat diambil kesimpulan bahwa pada keadaan relaksasi bagian aktif dari filamen aktin ditutupi oleh troponin-tropomiosin kompleks. Hal ini menyebabkan bagian aktif tersebut tidak melekat denga filamen miosin untuk menimbulkan kontraksi Ion Ca dalam jumlah besar akan menghambat efek inhibisi troponin-tropomiosin kompleks. Ion Ca terikat dengan TN-C mengikat 4 ion Ca. Terikatnya ion Ca dengan TN-C akan mengubah konfigurasi troponin-tropomiosin kompleks, dimana ikatan TN-I dengan aktin akan melemah. Perubahan konfigurasi ini menyebabkan tropomiosin akan bergerak ke arah lateral, dan bagian aktin menjadi bebas sehingga kepala molekul miosin dapat melekat pada bagian aktif dari aktin dan membentuk cross-bridge sehingga aktin dan miosin akan bergeser satu sama lainnya, dan terjadilah kontraksi Mekanisme Umum Proses Kontraksi dan Relaksasi Mekanisme kontraksi otot terjadi melalui beberapa tahapan seperti yang terlihat pada gambat dibawah ini. Mekanisme ini dimulai oleh aksi potensial pada motor neuron yang menyebabkan pelepasan Ach. ACh akan terikat dengan reseptor pada otot dan menyebabkan end-plate potential (EPP), Na channel terbuka dan Ion Na akan masuk kedalam sel otot dan memulai aksi potensila pada otot. Aksi potensial pada otot akan menyebabkan ion ca masuk kedalam sel dan merangsang pelepasan ion Ca intrasel dari sisterna (Ca induced Ca released) Depolarisasi dari SR terjadi dengan mengaktfikan Ca channel pada tubulus T melalui reseptor dihidropinin yang terdapat pada Ca channel. Ion Ca dari RS ini akan terikat dengan TN-C dan selanjutnya merubah konfigurasi troponin-tropomiosin kompleks dan terjadi sliding dari filamen aktin dan miosin. Proses ini disebut eksitasi-kontraksi kopling (excitation-contration coupling) Dalam beberapa detik setelah proses kontraksi, ion Ca akan dipompa kembali kedalam sisterna RS oleh Ca pump (Ca ATPase) yang terdapat pada membran RS. Dengan tidak adanya ion Ca, troponin-tropomiosin kompleks akan kembali menutupi bagian aktif dari aktin, sehingga menghalangi interaksi antara aktin dan miosin dan terjadilah relaksasi. Ca yang dipompa kembali kedalam sisterna RS oleh Ca pump akan terikat dengan calcium-binding protein yang terdapat di dalam sisterna RS yang disebut calsequestrin yang dapat mengikat ion Ca dalam jumlah yang besar. Ion Ca yang terikat pada Calsequetrin ini akan dilepaskan kembali dari RS pada kontraksi berikutnya. Peranan ATP Sebagai Sumber Energi untuk Kontraksi dan Relaksasi Bila terjadi kontraksi otot untuk melawan beban, maka dibutuhkan energi . Energi ini diperoleh dari proses hidrolisis ATP menjadi ADP yang akan menyebabkan pelepasan energi akibat lepasnya ikatan fosfat berenergi tinggi. Pada otot, hidrolisa ATP menjadi ADP dikatalisa oleh enzim ATPase yang diaktifkan ATPase yang terdapat pada miosin. Sebelum proses kontraksi dimulai, kontraksi dimulai, ATP terikat pada kepala miosin. Aktifitas ATPase yang diaktifkan oleh ion Ca akan memecahkan ATP menjadi ADP dan fosfat inorganik (Pi). ADP dan Pi tersebut tetap terikat pada kepala miosin. Bila Troponin-Tropomiosin kompleks dihambat ion Ca, terbentuklah cross-bridges antara aktin dan miosin. Untuk menarik aktin diperlukan energi diperoleh dari pelepasa ADP dan Pi yang terdapat di kepala miosin. Untuk menarik aktin diperlukan energi yang diperoleh dari pelepasan ADP dan Pi yang terdapat pada kepala miosin. Pada tempat pelepasan ADP, dibentuk molekul baru dan pembentukan ATP ini menyebabkan cross-bridge antara aktin dan miosin terlepas. ATP akan di hidrolisis kembali menjadi ADP dan Pi yang akan disimpang pada kepala miosin untuk dipergunakan pda kontraksi berikutnya. Dari pembahasan diatas dapat dilihat bahwa ATP tidak saja diperlukan untuk proses kontraksi tetapi juga untuk proses relaksasi. Oleh sebab itu jika ATP berkurang atau tidak ada pada otot, maka otot akan mengalami rigor atau kekakuan. Pada kejadian inilah yang terjadi setelah orang meninggal dunia, dan disebut rigor mortis Sebagai kesimpulan peranan ATP dalam proses interaksi aktin dan miosin adalah : 1) Sebagai sumber energi, dan 2) Mengurangi afinitas antara aktin dan miosin sehingga terjadi interaksi yang teratur diantara kedua filamen tersebut. Sifat-Sifat Mekanis Otot Rangka Peristiwa mekanis dari otot yang timbul akibat perangsannga pada saraf, di mulai dengan terlihatnya suatu periode antara aksi potensial dengan onset (saat mulainya) kontraksi yang disebut “masa laten”. Periode atau masa laten ini berlangsung singkat, yaitu sekitar 2-8 mdetik. (pada m.sartorius katak, masa laten berlangsung 8 mdetik pada 00). Masa laten ini menyebabkan oleh menyebarnya aksi potensial sepanjang membran sel dan tubulus T, dan transmisi rangsangan ke RS untuk melepaskan ion Ca Peristiwa mekanis yang berperan kali terjadi adalah relaksasi (pada akhir masa laten). Fenomena ini disebut “relaksasi laten” yang berlangsung sangat singkat belum terjadinya kontraksi hingga mencapai maksimum dalam waktu beberapa milidetik. Setelah mencapai puncak maka otot mengalami relaksasi. Lamanya kontraksi dan relaksasi bervariasi sesuai dengan tipe otot dan suhu. Pada m.sartorius katak, proses ini berlangsung kira-kira 800 milidetik pada 00C. Dengan meningkatnya tempratur maka masa laten dan masa kontraksi-relaksasi akan memendek yaitu sebesar 50% pada setiap peningkatan 100C. Kontraksi Tunggal dan Sumasi Rangsang tunggal yang diberikan pada suatu saraf yang berhubungan dengan suatu otot akan menimbulkan kontraksi tunggal atau kontraksi twitch pada otot tersebut. Jika diberikan dua rangsang dengan jarak yang sangat dekat, maka rangsang yang kedua mungkin tidak menimbulkan kontraksi, bila otot berada dalam masa reftrakter. Tetapi bila rangsang yang kedua diberikan dengan jarak waktu yang cukup lama maka akan terjadi pula kontraksi Sumasi kontraksi adalah penggabungan kontraksi-kontraksi tunggal atau twitch dari otot-otot membentuk gerakan-gerakan otot yang kuat dan selaras. Hal ini dapat dicapai dengan : 1) Meningkatkan jumlah motor-unit yang berkontraksi secara bersamaan, dan 2) Menigkatkan kecepatan kontraksi dari tiap motor-unit.   Sumasi Motor Unit Ganda Dengan meningkatkan kekuatan ransang maka jumlah motor-unit yang berkontrkasi akan meningkat sehingga kekuatan kontraksi otot juga akan meningkat “sumasi motot unit ganda” Sumasi Gelombang Yang dimaksud dengan “sumasi gelombang” adalah kontraksi-kontraksi tunggal (twicth) yang terjadi dengan cepat dimana kontraksi yang berikutnya terjadi dengan cepat dimana kontraksi yang berikutnya terjadi sebelum kontraksi yang pertama selesai (relaksasi) dengnan sempurna. Oleh karena otot masih dalam keadaan setengah berkontraksi, maka kontraksi berikutnya akan lebih kuat. Bila kecepatan kontraksi ditingkatkan maka derajat sumasi dari dari kontraksi-kontaksi berikutnya akan lebih kuat. Bila kecepatan kontraksi ditingkatkan maka derajat sumasi dari kontraksi-kontraksi berikutnya akan lebih besar. Sumasi terjadi karena ion Ca yang seharusnya masuk kembali ke RS, tetap berada pada sarkoplasma dan bersama dengan ion Ca yang keluar dari RS akibat ransangan berikutnya menyebabkan konsentrasi ion Ca menjadi lebih tinggi, dan akibatnya kontraksi menjadi lebih kuat Tetanisasi Jika otot dirangsang dengan sangat cepat maka frekuensi kontraksi akan mencapai suatu keadaan dimana kontraksi-kontraksi akan bersatu dan tidak dapat dibedakan lagi satu sama lain, oleh sebab tidak terdapat lagi relaksasi di antara peransangan. Keadaan dimana kontraksi tersebut menyatu dengan sempurna disebut tetanus komplit. Sedangkan jika diantara kontraksi-kontraksi tersebut masih dapat dilihat relaksasi yang tidak sempurna maka kontraksi-kontraksi tersebut masih dapat dilihat relaksasi yang tidak sempurna maka kontraksi tetanus itu disebut Tetanus Inkomplit. Selama kontraksi tetanus komplit, tegangan yang ditimbulkan kira-kira empat kali lebih besar dari tegangan yang ditimbulkan kontraksi twicth. Dalam keadaan normal kontraksi tetani diperlukan jika otot membutuhkan tegangan yang maksimal. Motor neuron pada keadaan ini akan sangat cepat untuk mempertahankan kontraksi maksimal. Bila rangsangan diberikan berulang-ulang dengan kecepatan dibawah kecepatan yang dapat menimbulkan tetani maka tegangan meningkat secara bertahap pada setiap ransangan, dan setelah beberapa kontraksi, akan dicapai suatu tegangan yang seragam pada setiap kontraksi. Keadaan ini disebut staircase Phenomenon atau Treppe (treppe). Hal ini disebabkan meningkatnya Ion Ca yang terikat dengan TN-C. Treppe juga dapat terjadi pada otot jantung dan tidak boleh dikacaukan dengan sumasi kontraksi dan tetanus Jika transport ion Ca kembali ke RS terlambat, tidak terjadi relaksasi walaupun tidak ada rangsangan ; keadaaan ini disebut kontratur Jenis-jenis kontraksi Kontraksi yang timbul akibat perangsangan otot dapat berupa : 1. Kontrasi isotonik 2. Kontrasi isometrik 3. Kontrasi isokinetik   Pada kontraksi isotonik, terjadi perubahan panjang otot dimana otot akan memendek untuk melawan beban yang ringan dan konstan. Terbentuklah kerja eksterna, tanpa disertai perubahan tegangangan pada otot. Jenis kontraksi ini terjadi pada saat mengangkat beba yang ringan. Jenis ini dikenal juga sebagai kontraksi dinamik. Pada kontraksi isometrik, tidak terjadi perubahan panjang otot, walaupun terjadi kontraksi. Pemendekan otot dicegah tidak terjadi kerja eksterna, tetapi tercipta suatu tegangan, dan terjadi produksi energi dalam bentuk panas. Otot biceps berkontraksi isotonik ketika mengangkat beban yang ringan, otot biceps berkontraksi secara isotmetrik pada saat mengangkat beban yang lebih berat, dimana terjadi kontraksi otot tetapi otot tidak mengalami pemendekan. Dalam kehidupan sehari-hari, sering terjadi kombinasi kedua jenis kontraksi ini, dan disebut sebagai kontraksi auksotonik. Kontraksi isokinetik, merupakan kontraksi otot maksimal pada kecepatan yang tetap pada pergerakan. Jenis kontraksi ini aplikasinya terutama pada pergerakan dalam olah raga misalnya gerakan mengayunkan tangan pada gerakan gaya bebas. Panjang Sarkomer dan Kekuatan Kontraksi Panjang sarkomer menunjukan posisi aktin dan miosin, dan panjang ini ditentukna oleh besarnya regangan pada sarkomer. Bila sarkomer sama sekali tidak mendapat regangan maka terjadi overlapping (tumpang tindih) antara kedua ujung aktin dan tidak timbul suatu kontraksi yang berarti. Demikian pula bila sarkomer terlalu diregang maka tidak terdapat lagi overlapping antara aktin dan miosin, maka kontraksi juga akan melemah. Jadi suatu terdapat regangan yang optimal dimana terjadi overlapping yang maksimal antara aktin dan miosin sehingga akan dihasilkan kontraksi yang maksimal, dengan kata lain makin banyak jumlah cross bridge dari miosin yang menarik aktin, makin besar kekuatan kontra ksi. Perhatikan gambar mempelihatkan hubungan antara panjang sarkomer dan kekuatan kontraksi (teganangan yang timbul). Ketika panjang sarkomer mencapai 2,2 mikron maka aktin overlap dengan seluruh cross bridge dari miosin sehingga tegangan yang timbul mencapai maksimal. Tegangan tetap maksimal jika sarkomer lebih memendek sampai 2,0 mikron. Pada keadaan ini ujung aktin belum saling overlap dan belum mencapai bagian tengah miosin yang tidak mengandung crooss bridge. Selanjutnya jika sarkomer lebih memendek lagi 2,0 mikron maka terjadilah overlapping antara kedua ujung aktin dan kontraksi akan menurun dengan memendeknya sarkomer. Jadi jika regangan dikurangi sehingga panjang sarkomer lebih kecil dari 2,0 mikron maka kontraksi akan menurun. Jelaslah bahwa kontraksi maksimal terjadi pada panjang sarkomer 2,0-sampai 2,2 mikron. Kecepatan Kontraksi Otot Jika otot berkontraksi secara isotonik, kecepatan kontraksi (velocity) berbanding terbalik dengan beban yang diberikan pada otot. Bila otot tidak diberi beban, maka kecepatan kontraksi akan mencapai maksimal. Dengan meningkatnya beban, maka kecepatan kontraksi juga akan berkurang. Bila beban telah mencapai maksimal (sesuai dengan kemampuan kontraksi isometrik), otot tidak akan berkontraksi lagi. Kekuatan Kontraksi Otot Kekuatan kontraksi maksimal otot pada panjang yang normal berkisar 3-4 kg/cm2 otot. Oleh karena otot pada tubuh manusia mempunyai ukuran luas yang cukup besar, maka kemampuan kontraksi otot juga cukup besar. Otot quadriceps dapat mengangkat beban sampai 400 kg. Otot gastrocnemius, misalnya tidak hanya dapat menyokong berat badan pada saat berdiri, tetapi juga dapat menahan beban tubuh pada saat melompat atau berlari. Otot gluteus maksimal dapat menahan beban 1200 kg. Tegangan total yang dapat diterima oleh semua otot pada tubuh orang dewasa normal adalah 22.000 kg. Jenis-Jenis Otot Tubuh manusia mempunyai 600 otot dengan berbagai ukuran yang bervariasi, dari otot stapedius yang mempunyai ukuran panjang dan diameter yang hanya beberapa milimeter, sampai pada otot quadrisep yang sangat besar, dan mempunyai ukuran 500.000 kali lebih besar dari otot stapedius. Perbedaan ukuran dari berbagai otot ini menyebabkan karakteristik kontraksi setiap otot juga berbeda, tergantung dari fungsinya. Misalnya, otot-otot bola mata mempunyai lama kontraksi hanya 1/40 detik, otot gastrocnemius ½ detik, dan otot soleus mempunyai lama kontraksi 1/5 detik. Pergerakan bola mata membutuhkan kecepatan yang tinggi untuk mempertahankan fiksasi mata terhadap suatu objek tertentu, sedangkan otot gastrocnemius mempunyai kecepatan kontraksi yang sedang untuk pergerakan tungkai pada saat berlari dan melompat, serta otot soleus mempunyai kecepatan kontraksi yang lambat karena berfungsi untuk mendukung tubuh melawan grafitasi. Berdasarkan kecepatan kontraksinya, maka otot dapat dibagi dalam dua bagian besar yaitu : 1. Serabut tipe cepat, dan 2. Serabut tipe lambat Pada mamalia terdapat tiga jenis serabut otot rangka, tetapi pada manusia tipe IIA sangat jarang, dan pada umumnya adalah tipe I dan IIB. Otot yang banyak mengandung serabut saraf tipe I disebut otot merah (red muslce) oleh karena banyak mengandung mioglobin, sedangkan yang kurang mengandung mioglobin disebut otot putih (white muscle). Dari beberapa penelitian membuktikan bahwa proporsi jenis serabut otot pada setiap otot ditentukan oleh faktor genetik. Walaupun demikian, pengaruh pernafasan oleh motor neuron, dan latihan fisik dapat mempengaruhi proporsi tersebut.
         Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa otot yang banyak mengandung serabut cepata berfungsi untuk beradaptasi dengan gerakan yang cepat dan kuat, seperti melompat, atau lari dengan kecepatan tinggi. Serabut tipe lambat berfungsi untuk mengatur kontraksi yang lama dan berkelanjutan (endurans), seperti menyokong berat badan melawan gravitasi, dan lari jarak jauh seperti marathon.
         Sumber Energi untuk Kontraksi Otot Kontraksi membutuhkan energi, dan otot disebut sebagai mesin untuk mengubah energi kimia menjadi energi mekanik. Sumber energi yang segera dapat diperoleh berasal dari ikatan fosfat berenergi tinggi yang terdapat pada ATP. Ikatan fosfat berenergi tinggi ini terlepas jika terjadi hidrolisis ATP menjadi ADP seperti reaksi dibawah ini : ATP ADP + Pi Pada reaksi ini, dilepaskan 7300 kalori untuk setiap molekul ATP. Hidrolisis ATP terjadi melalui enzim ATPase yang terdapat pada miosin. Sebagian besar energi ini dipergunakan untuk membentuk cross bridge antara filamen aktin dan miosin. Sebagian kecil dipergunakan untuk akifitas pompa Ca pada RS, dan pompa Na-K Namun, konsentrasi ATP yang terdapat pada otot rangka, hanya berkisar 4 mmolar, dan hanya dapat mempertahankan kontraksi selama 1 sampai 2 detik. Tetapi setelah ATP dipecahkan menjadi ADP, maka ADP akan di refosforilasi inipun berlangsung hanya beberapa detik.
   Terdapat beberapa sumber untuk proses pembentukan ATP melaului refosforilase
   1. Fosfokreatin Fosfokreatin membawa ikatan fosfat berenergi tinggi seperti halnya ATP, dan akan dihidrolisa menjadi kreatin dan fosfat. Ikatan fosfat yang berasal dari fosfokreatin akan dipergunakan untuk resintesa ATP dari ADP dengan bantuan kreatin kinase
    2. Glikogen Glikogen yang terdapat pada sel otot akan dipecahkan menjadi asam piruvat dan asam laktat dengan proses enzimatik dan akan menghasilkan energi yang akan dipakai untuk resintesa ATP dari ADP, dan ATP tersebut dapat dipakai secara langsung untuk kontraksi otot atau membentuk kembali fosfokreatin. Proses ini disebut proses glikolisis
    Terdapat dua manfaat dari proses glikolisis ini :
    A. Reaksi glikolitik terjadi tanpa oksigen, dengan demikian kontraksi otot dapat berlangsung dalam
         jangka waktu pendek walaupun tidak ada oksigen'
    B. Kecepatan pembentukan ATP oleh proses glikolisis 2,5 kali lebih cepat dari pada pembentukan ATP
        dengan menggunakan oksigen. Sayangnya, banyak hasil akhir dari proses glikolisis akan
        berakumaulasi  pada otot, sehingga bila hanya mengandalkan proses glikolisis, kontraksi otot hanya
        berlangsung selama 1 menit 3. Metabolime oksidatif Pada proses ini oksigen akan bergabung dengan
       glukosa, lemak atau protein untuk menghasilkan ATP.
      Sembilan puluh persen dari ATP yang terbentuk berasal dari metabolisme glukosa.
      Pada proses metabolisme glukosa terjadi pelepasan ion H yang akan mengalami proses oksidasi yang berlangsung secara enzimatik di mitokondria. Sebagian besar (95%) dari ATP yang dibutuhkan untuk proses kontraksi otot yang lebih lama- beberapa jam-energi diperoleh dari metabolisme lemak.
     Efisiensi Kontraksi Otot Secara termodinamis, energi yang dipergunakan untuk kontraksi otot harus sesuai dengan energi yang hilang pada saat kontraksi.
        Jumlah pemasukan energi yang diubah menjadi kerja otot yang berkisar 25%, sisanya akan dikeluarkan dalam bentuk panas. Rendahnya efisiensi ini disebabkan oleh karena kurang lebih setengah dari energi yang terdapat di dalam bahan makanan akan hilang pada saat proses pembentukan ATP, dan hanya 50% dari energi pada ATP yang akan dikonversi menjadi kerja otot.
       Efisiensi maksimal hanya dapat dicapai jika otot berkontraksi dengan kecepatan sedang. Jika otot berkontraksi dengan kecepatan yang sangat lambat, atau tanpa pergerakan sama sekali, sejumlah besar panas akan dilepaskan disebut sebagai maintenance heat walaupun tidak ada kerja yang dilakukan. Hal ini akan mengurangi efisiensi kontraksi otot. Demikian pula bila kontraksi berlangsung terlalu cepat, sejumlah besar energi akan dipergunakan untuk mengatasi pergesekan antara otot sendiri, ini juga akan mengurangi efisiensi kontraksi. Umumnya efisiensi kontraksi dapat dicapai bila kecepatan kontraksi sekitar 30% dari maksimal.

1 komentar:

  1. saya mau tanya..
    kalau tipe otot Gastroc dan trapezius itu sama gk ??
    trimksih sebelumnya

    BalasHapus